Di sini aku. Ya, masih di sini. Pagi sehabis hujan, matahari yang masih enggan dan mozaik-mozaik kenangan.
Jika segala tentangmu memang harus dilupakan, aku ingin melakukannya pelan-pelan. Seperti seorang lelaki yang melepas kekasihnya di stasiun kereta, dengan lambaian dan deru lokomotif yang berjalan perlahan. Maka jika mataku menjadi berkaca-kaca memandang rambutmu yang murung, hingga mengaburkan cara pandangku tentang kenyataan, aku bersedia memejamkannya: Untuk kubasuh pipiku seperti puisi-hujan membasahi tanah-pagi.
Demikianlah aku selalu mencintaimu, jauh, sejauh kepergianmu. Bagai doa yang kupanjatkan setiap hari agar takdir menghancurkan lantai waktu dan Tuhan tak memberiku kesempatan untuk pernah mencintaimu.
Sumber
Sabtu, 10 November 2012
Untitled-Fahd Djibran
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar